
Cerpen Berjudul Pelita Hati Karya Wulan Lestari XII-4 Pemenang 1 Lomba Cerpen Antar Kelas Bertema Hari Guru
Pelita Hati
Di sebuah sekolah ditengah perkotaan, Yura duduk di bangku paling belakang, tepat di samping jendela yang menghadap ke taman. Hembusan angin siang menerpa wajahnya, tetapi hatinya tetap dingin. Baginya, sekolah itu seperti roda yang terus berputar di jalan yang sama, tanpa ada hal baru yang menarik.
Di kelas, Yura dikenal sebagai anak yang pendiam. Tidak ada yang benar-benar memperhatikan keberadaannya. Kecuali teman semejanya Semi, itu juga karna Semi merupakan teman semejanya jadi bagaimanapun Yura harus berkomunikasi dengannya. Untungnya Semi sosok yang hangat jadi tidak terlalu susah bagi Yura. Teman-temannya yang lain bahkan Semi pun sering tertawa dan berbagi cerita dengan guru-guru, tetapi Yura memilih diam, tenggelam dalam dunianya sendiri.
“Apa sih serunya ngobrol sama guru?” pikirnya sambil menopang dagu. “Mereka cuma ngomong terus, kasih tugas, dan marah-marah. Itu aja.”Yura tidak pernah mengerti kenapa teman-temannya bisa begitu dekat dengan guru-guru. Baginya, guru hanyalah sosok yang berdiri di depan kelas, bicara tentang hal-hal membosankan yang sulit dipahami.
Suatu hari Semi membuyarkan lamunan Yura dengan berkata "Kurasa aku ingin jadi guru seperti Bu Felony deh." ucap Semi pada Yura. "Ngapain kamu ingin jadi guru? itu membosankan, gajinya kecil ditambah lagi kamu harus marah-marah setiap hari itu akan membuatmu terlibat lebih tua dari umur aslimu nantinya." ucap Yura dengan ekspresi datar.
" Engga akan! kamu salah Yur, jadi guru itu asyik bisa ngajar anak-anak dan dapat amal jariyah juga lo!" jawab Semi. "Omong kosong! gimana mau dapat amal, orang kerja guru cuma marah-marah dan pilih kasih sama anak-anak pinter." Batin Yura
"Kalau mau dapat amal mah jadi ustazah aja!" Ucap Yura dengan nada kesal. Semi pun terdiam dengan jawaban Yura,"Kenapa Yura sensitif banget ya kalo ngomongin tentang guru?" tanyanya dalam hati.
Dulu sewaktu Sekolah Dasar Yura pernah dihukum berdiri di atas meja karena lupa mengerjakan tugas, dan hal itu membuatnya tidak suka dengan guru karena menganggap para guru hanya peduli pada anak-anak pintar saja.Dan perasaan tidak sukanya pada guru itu terus saja ia rasakan sampai saat ini karena ia menganggap semua guru itu sama saja.
Beberapa hari sebelum Hari Guru Aula sekolah sudah mulai penuh dengan dekorasi. Papan bunga besar bertuliskan "Selamat Hari Guru” dihiasi balon warna-warni. Anak-anak sibuk mempersiapkan acara, ada yang latihan menari, ada yang membuat kartu ucapan penuh warna. Tapi Yura duduk sendirian di pojok kelas. Ia tidak punya alasan untuk ikut serta.
Ketika teman-temannya sibuk mempersiapkan bunga untuk Bu Felony, wali kelas mereka, Yura malah pergi ke taman belakang sekolah. Ia duduk di bawah pohon tua, tempat favoritnya untuk menyendiri. Angin sore yang berhembus membuat dedaunan berbisik lembut. Tapi keheningan itu pecah oleh suara langkah seseorang. "Yura,” panggil seseorang.
Yura mendongak. Bu Felony berdiri di hadapannya dengan senyuman yang hangat. Wajahnya seperti mentari yang muncul di balik awan mendung. Kamu ngapain disini? duduk sendirian di tempat sepi itu pamali loh!" kata Bu Felony sambil duduk disamping Yura. Yura tidak menjawab perkataan dari Bu Felony ia hanya senyum terpaksa kearah Bu Felony. Bu Felony tersenyum kecil, lalu berkata, “Tahukah kamu, menjadi guru itu seperti menjadi petani.”
Yura menatap Bu Felony dengan bingung. “Petani?” tanyanya, meski ragu. "Iya. Kami menanam benih, merawatnya, meskipun tidak tahu kapan benih itu akan tumbuh. Kadang, kami tidak tahu apakah benih itu akan menjadi pohon yang besar atau hanya rumput kecil. Guru itu menanam benih ilmu di hati kalian. Kadang, benih itu butuh waktu lama untuk tumbuh, bahkan bertahun-tahun. Tapi kami percaya, setiap benih punya waktunya sendiri untuk mekar. Dan ketika saat itu tiba, itu adalah kebahagiaan terbesar bagi seorang guru.”
Yura terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Kalimat itu menggema di pikirannya. " Kamu tahu Yura, sekarang kita hidup di zaman dimana segalanya serba teknologi bahkan sebenarnya kamu bisa belajar di rumah menggunakan AI tanpa harus pergi ke sekolah. AI atau robot bisa ngajarin kamu tanpa lelah atau tanpa istirahat sekalipun. Tapi, AI atau robot tidak akan bisa menggantikan profesi guru karena kami para guru punya perasaan." Ucap Bu Felony sambil membuat tanda hati menggunakan tangannya.
"Dan AI maupun robot tidak memiliki itu, makanya disaat kalian berbuat salah guru marah karena guru punya perasaan sedangkan AI atau robot tidak akan melakukan itu. Kami marah saat kalian berbuat salah agar kalian menyadari bahwa perbuatan yang kalian perbuat itu tidak bagus.Dan guru memberikan hukuman itu agar kalian tidak mengulangi kesalahan yang sama, bukan kerena guru benci atau tidak menyukai kalian." tambah Bu Felony. Saat bel sekolah berbunyi, Yura bergegas keluar kelas. Tapi langkahnya terhenti di depan ruang guru. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, ia melihat Bu Felony duduk sendirian, memeriksa setumpuk kertas ulangan.
Wajah Bu Felony terlihat lelah, tapi ia tetap fokus, sesekali menuliskan sesuatu di kertas. Tiba-tiba, seorang siswa masuk dengan wajah bingung. "Bu, bolehkah saya tanya soal ini? Saya nggak ngerti,” katanya sambil menunjukkan buku.
Dengan sabar, Bu Felony meninggalkan pekerjaannya dan mulai menjelaskan soal itu. Siswa itu akhirnya pergi dengan senyuman lega. Yura yang mengintip dari balik pintu terdiam. "Apa nggak capek ya, terus-terusan bantu murid seperti itu?" pikirnya.
Saat perjalanan pulang Kata-kata Bu Felony terus menggema di telinganya, Yura merasa semua yang dikatakan Bu Felony itu benar, dan Yura merasa bahwa selama ini ia terlalu berburuk sangka pada guru-gurunya. Tapi ia juga merasa heran kenapa Bu Felony tiba-tiba berkata seperti itu? apakah Semi memberitahu Bu Felony?
Keesokan harinya, Rona teman sekelas Yura, menangis karena nilai ulangannya jelek. Semua anak hanya diam, tak tahu harus berbuat apa dan beberapa teman-teman yang lain bahkan membicarakan dan mengejek Rona yang menangis hanya karena nilai ulangan. Namun, Bu Felony menghampiri Rona.
"Rona,” ucap Bu Felony dengan lembut, “nilai itu bukan akhir segalanya. Kesalahan itu guru terbaik. Yang penting kamu belajar dari kesalahanmu dan nggak menyerah. Kita bisa belajar bersama, ya?”. Bu Felony juga menegur teman-teman yang mengejek Rona "Kalian tidak boleh mengejek seperti itu, standar kebahagiaan dan kesedihan orang-orang itu berbeda-beda jadi kita tidak bisa menyimpulkan suatu hal dengan yang kita lihat saja!" Ucap Bu Felony pada anak-anak yang lain. Kata-kata itu sederhana, tapi Yura merasa ada sesuatu yang hangat di dadanya. Ia tidak pernah menyangka seorang guru bisa sepeduli itu.
Sepulang sekolah Bu Felony memanggil Yura. Awalnya, Yura mengira ia akan dimarahi karena sering terlihat tidak peduli di kelas. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. "Yura, saya tahu kamu anak yang pendiam,” kata Bu Felony. “Tapi saya juga tahu, kamu punya banyak hal yang nggak pernah kamu tunjukkan. Kamu tahu? Nggak apa-apa jadi diri sendiri. Tapi cobalah untuk percaya pada orang-orang di sekitarmu. Guru ada bukan cuma buat mengajar pelajaran, tapi juga untuk membantu kalian menemukan potensi kalian. Saya percaya pada kamu, Yura.” Kata-kata itu seperti embun yang menetes lembut ke hati Yura. Untuk pertama kalinya, ia merasa dilihat, dihargai, dan dipahami.
Hari Guru tahun itu menjadi momen tak terlupakan. Saat teman-teman sekelasnya memberikan kejutan untuk Bu Felony, Yura yang biasanya hanya duduk diam di sudut, maju ke depan kelas dengan surat kecil di tangannya.
Bu,” ucapnya dengan suara pelan, “saya mau bilang terima kasih. Selama ini, saya nggak pernah ngerti apa arti seorang guru. Dulu saya berpikir bahwa guru hanya bekerja karna gaji dan hanya bisa memarahi dan menghukum anak-anak saja tapi sekarang saya tahu, guru itu seperti pelita. Bukan cuma menerangi jalan, tapi juga menghangatkan hati. Terima kasih sudah percaya pada saya. Suatu hari nanti saya juga ingin menjadi guru seperti ibu, membantu anak-anak untuk berjalan kembali di jalurnya, dan berusaha merawat, mendidik dan menjaga benih-benih yang dititipkan oleh orang tua agar benih-benih itu bisa tumbuh menjadi pohon-pohon yang besar."
Bu Felony menerima surat itu dengan senyuman haru. Tepuk tangan memenuhi ruangan, dan untuk pertama kalinya, Yura merasa bahwa ia adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Sejak hari itu, Yura berubah. Ia mulai berani berbicara, mencoba hal-hal baru, dan membuka dirinya pada orang-orang di sekitarnya. Setiap kali ia merasa ragu, ia selalu mengingat kata-kata Bu Felony "Guru adalah petani, dan aku adalah benih yang terus dirawat."
Dan di setiap langkah kecilnya menuju keberanian, ia selalu berbisik dalam hati, “Terima kasih, Bu. Saya nggak akan mengecewakanmu.”
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Cerpen Berjudul Harapan di Atas Debu Karya Rika Sumila Juara II Lomba Cerpen Nasional TKI Kreatif
HARAPAN DI ATAS DEBU RIKA SUMILA Kota yang dulu indah dan tenteram kini hancur dan bangunan terlihat seperti kepingan bebatuan. Bangunan-bangunan hancur, u
Cerpen Berjudul Momentum Terindah Karya Nirwana Harahap XII-5 Pemenang 2 Lomba Cerpen Antar Kelas Bertema Hari Guru
Momentum Terindah Waktu akan terasa melambat ketika kita sedang menunggu sesuatu tujuan yang belum tercapai oleh kita, tetapi ada beberapa menganggap
Cerpen Berjudul "Insecure" Karya Neffy Feliska Kelas XI-4
Insecure Di sebuah desa yang indah dan asri hiduplah seorang gadis yang penuh cerita, penuh semangat, dan dia dijuluki si pemilik hati yang baik .namun di sis
Cerpen Berjudul Persahabatan Tanpa Batas Karya Ingatan Sutraman Kelas XII-3
Persahabatan Tanpa Batas Ingatan Sutraman XII-3 Di sebuah desa kecil bernama angkola barat ada enam sahabat yang selalu bersama dalam suka maupun duka. Mada
Cerpen Berjudul "Maaf" Karya Fauziah Meylani Kelas XI-5
Maaf Fauziah Meylani Di sebuah kota kecil yang tenang, tinggal seorang pemuda bernama Dimas. Dimas adalah seorang yang sederhana, bekerja sebagai penulis lepas. Ha
Cerpen Berjudul "Pagi yang Berbeda" Karya Fauziah Meylani Kelas XI-5
Pagi yang Berbeda Fauziah Meylani XI-5 Hari pertama masuk sekolah selalu menjadi momen yang mendebarkan bagi banyak siswa, tidak terkecuali bagi Arif, seorang sisw
Sebuah Cerita Pendek Berjudul "Setiap Detik Adalah Kesempatan" Karya Ahmada Nuari Kelas XI-5
"Setiap Detik Hidup adalah Kesempatan" karya Ahmada Nuari XI-5 Mia adalah seorang wanita muda yang hidup di tengah-tengah keluarganya dengan penuh perjuangan. Terlahir da
Cerita Pendek dari Fauziah Meylani Kelas XI-5
“MINDSET“ Fauziah Meylani Aku adalah Hana Putri Dewi, seorang anak bodoh yang lahir di keluarga kaya. Aku tidak menyangkal bahwa aku memang malas belaj
“Harapan Hana” Cerita Pendek dari Qori Saulina XI-5
Malam yang hangat ditemani keluarga besar, menyaksikan keindahan letusan kembang api di langit yang gelap. Perayaan tahun baru yang dirayakan satu kali satu tahun i
CERPEN BERTEMA HOROR KARYA "KEYLA SALSABILA" KELAS XI-5
Kuntilanak di Rumah Kos Dina selalu merasa ada yang janggal dengan kamar kos barunya. Rumah kos tua itu terletak di ujung gang, jauh dari keramaian. Sewanya murah, dan ka